Sabtu, 18 Juni 2016

Book Review Filsafat Hukum Islam



Nama              : AMALIYANAH                               Jur/smt                     : Muamalah-2/ 7
NIM                : 14122210929                                  Mata Kuliah   : Filsafat Hukum Islam


“ TUGAS BOOK REVIEW FILSAFAT HUKUM ISLAM “

a. Ketentuan  umum
Judul buku                              : Filsafat Hukum Islam
Pengarang/penulis                     :  Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA
Penerbit                                    : Logos Wacana Ilmu
Kota penerbitan                         : Jakarta
Tahun terbit                              : 1997
Jumlah halaman                            :  190
Indeks                                        : Ada
Daftar pustaka                          : Ada
Transliterasi Arab-Indo              :  -
Biodata penulis                           : Ada
Kata pengantar                              : Ada
ISBN                                          : Ada



A. PENDAHULUAN
Filsafat Hukum Islam berupaya mengkaji hukum Islam dengan pendekatan filsafat untuk memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi untuk kesejahteraan seluruh umat manusia. sehingga saya menyusun review ini dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Filsafat Hukum Islam. Dalam review ini akan dijelaskan hal-hal yang berhubungan dengan Filsafat Hukum Islam.
Review ini diangkat dan disusun berdasarkan buku Filsafat Hukum Islam bagian pertama oleh Dr. H. Fathurrahman Djamil, M. A., dan dalam buku ini penulis menyajikan tentang Filsafat Hukum Islam secara padat, luas, dan mendalam melalui pendekatan komperhensif dan komparatif dengan mengetengahkan pandangan para filosof, ahli filsafat, dan pakar hukum Islam terkemuka dari berbagai mazhab dan aliran.
Didalam bukunya Dr. H. Faturrahman Djamil, MA. Yang merupakan bahan dasar susunan review ini, penulis membahas lebih luas mengenai filsafat Hukum Islam, yaitu: Terdiri dari III Bab. Bab I membahas mengenai Seputar Filsafat Hukum Islam, Bab II membahas Hukum Islam: Antara Wahyu Tuhan dan Pemikiran Manusia dan Bab III membahas Tujuan Hukum dalam Islam. Diantara semua pokok bahasan tersebut, saya akan mengangkat satu pembahasan untuk dijelaskan lebih rinci, yaitu pada Bab I sub bab bagian D yang berisi tentang Hubungan Antara Filsafat Hukum Islam Dengan Ilmu Lain. Yang akan menjadi judul review saya guna memenuhi tugas Filsafat Hukum Islam. Sehingga dari review ini kita dapat mengetahui ilmu apa saja yang berhubungan dengan Filsafat Hukum Islam, dan bagaimana hubungan ilmu-ilmu tersebut?

B. ISI BUKU
1. Filsafat Hukum Islam
Filsafat hukum islam ialah  filsafat yang diterapkan pada hukum islam dan merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum islam menganalisis hukum islam secara metodis dan sistematis sehingga mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum islam secara ilamiah dengan filsafat sebagai alatnya.
            Filsafat hukum islam adalah kajian filosofis tentang hakikat hukum islam, sumber asal muasal hukum islam dan prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum islam bagi kehidupan masyarakat yang melaksanakannya.
2. Obyek Filsafat Hukum Islam
Obyek   filsafat   hukum   islam   meliputi   obyek   teoritis   dan   obyek   praktis. Obyek teoritis FHI adalah obyek kajian yang merupakan teori-teori hukum islam yang meliputi :
1)    Prinsip-prinsip hukum islam
2)   Dasar-dasar dan sumber-sumber hukum islam
3)   Tujuan hukum islam
4)   Asas-asas hukum islam, dan
5)   Kaidah-kaidah hukum islam
Para ahli ushul fiqh, sebagaimana ahli filsafat hukum islam membagi filsafat hukum islam kepada dua rumusan, yaitu filsafat tasyri’ dan filsafat syari’ah.
 1. falsafah tasyri’ : filsafat yang memancarkan hukum islam atau menguatkannya dan memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat atau tujuan penetapan hukum islam. Filsafat tasri/ terbagi kepada :
a. Da’aim al-ahkam (dasar-dasar hukum islam)
b. Mabadi’ al-ahkam (prinsip-prinsip hukum islam)
c. Ushul al-ahkam (pokok-pokok hukum islam) atau mashadir al-ahkam (tujuan-tujuan hukum islam)
d. maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum islam)
e. Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah hukum islam)
2. Falsafat syari’ah : falsafat yang diungkapkan darinnateri-materi hukum islam, seperti ibadah, mu’amalah, jinayah, ‘uqubah, dan sebagainya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan rahasia hukum islam. Termasuk dalam pembagian falsafat syari’ah adalah :
a.    Asrar al-ahkam (rahasia-rahasia hukum islam)
b.    Khasa’is al-ahkam (ciri-ciri khas hukum islam)
c.    Mahasin al-ahkam atau Mazaya al-ahkam (keutamaan-keutamaan hukum islam)
d.    Thawabi’ al-ahkam (karakteristik hukum islam)
3.  Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam
Pada pertumbuhan filsafat hukum islam ini berawal dari sumber hukum islam adalah al-Qur’an dan al-Sunnah terhadap segala permasalahannya yang tidak diterangkan dalam kedua sumber tersebut, kaum muslimin diperbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya guna untuk menemukan ketentuan hukum. lalu muncul adanya permasalahan yang timbul pada zaman Rasulullah dan setelah Rasulullah wafat, pemikiran mengenai falsafi terhadap hukum islam yang ada nashnya bermula pada masa khulafaurrasyidin, terutama umar bin khattab. Hukum diciptakan untuk memelihara ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, senantiasa mengalami perubahan, untuk itu pengertian dan pelaksanaan hukum harus sesuai dengan keadaan yang ada. Artinya asas dan prinsip hukum tidakklah berubah, tetapi cara penerapannya harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, jadi penerapan hukum harus dapat menegakkan kemaslahatan dan keadilan yang menjadi tujuan dari hukum islam.
3. Hubungan filsafat Hukum Islam dengan Ilmu Lain.
Dalam hal ini, keduanya sangat berkaitan sangat erat satu sama lain dalam ilmu pengetahuan, filsafat dan agama, bahwa manusia tidak bisa hidup dengan hanya berpegang kepada kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat. tanpa adanya kebenaran agama. Krena agama menetapkan tujuan, tetapi ia tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu pengaetahuan dan filsafat. ilmu yang kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotivasi pengembangan ilmu pengetahuan. ilmu pengetahuan akan membahayakan umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sisi sini dapat diambil konklusi bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.
a)  Teori kebenaran
Manusia merupakan makhluk yang diberikan akal untuk berpikir, Berpikir adalah bukti keberadaan manusia. Dengan berpikir manusia membedakan dirinya dari makhluk lain. ketika manusia berpikir, dalam dirinya timbul pertanyaan. Apabila seseorang bertanya tentang sesuatu, berarti ia memikirkan sesuatu tersebut. Bertanya merupakan refleksi pemikiran untuk mencari jawaban. Jawaban yang diharapkan adalah suatu kebenaran,. Dengan bertanya berarti seseorang mencari kebenaran. Konklusinya “manusia adalah makhluk pencari kebenaran”.
Apakah kebenaran itu? Tiga teori terbit dalam blantika pemikiran manusia untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Ketiga teori itu adalah: teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis.
-          Teori Korespondensi
Menurut teori ini, kebenaran merupakan kesesuaian antara data atau statemen dengan fakta atau realita. Sebagai ilustrasi, pernyataan bahwa Muhammad adalah putra Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar punya anak yang bernama Muhammad.
-          Teori Koherensi
Teori koherensi menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan keputusan baru dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya terlebih dahulu. Suatu proposisi dinyatakan benar apabila ia berhubungan dengan kebenaran yang telah ada dalam pengalaman kita. Dengan demikian, teori ini merupakan teori hubungan semantik, teori kecocokan, atau teori konsistensi.
-          Teori Pragmatis
Dalam teori ini, sebuah proposisi dinyataan sebagai suatu kebenaran apabila ia berlaku, berfaedah dan memuaskan. Kebenaran dibuktikan dengan kegunaannnya, hasilnya dan akibat-akibatnya. Sebagai misal, agama itu benar buan disebabkan karena Tuhan itu ada dan disembah oleh penganut agama, tetapi agama itu benar karena ia mempunyai dampak positif bagi masyarakat.
b) Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
Ø  Ilmu Pengetahun
Dalam Ensiklopedia Indonesia dinyatakan bahwa secara epistimologi setiap pengetahuan manusia merupakan kontak dari dua hal, yaitu: obyek dan manusia sebagai subyek. Dengan demikian secara sederhana, pengetahuan merupakan kontak antara manusia sebagai subyek dengan obyek yang berupa berbagai permasalahan yang merasuk dalam pikiran manusia.
Sedangkan kata ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemerikasaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi).
Sikap ilmiah adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam mempelajari. Meneruskan, menerima, atau menolak, dan mengubah atau menambah suatu ilmu. Sikap ilmiah tersebut pada intinya adalah:
a. Skeptis, sikap skeptis senantiasa menyangsikan dan meragukan setiap ilmu pengetahuan. Sikap ini dilanjutkan dengan hasrat, minat, dan semangat yang menyala untuk mencari jawaban yang memuaskan dari berbagai persoalan.
b. Obyektif. Menghindari subyetivitas, emosi, prasangka, dan pemihakan.
c. Berani dan intelek. Berani menyatakan kebenaran dan tidak mundur oleh tekanan; tidak menyerah dan putus asa dalam mencari kebenaran.
d. Terbuka. Kesediaan untuk menyatakan “saya keliru” apabila terbukti adanya kesalahan. Sikap ini berlandaskan pada sifat ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu relatif.
e. Sederhana. Rendah hati dan toleran terhadap sesuatu yang telah diketahui dan tidak diketahui.
- Relativitas Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia merupakan suatu hal yang tidak mutlak. Kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan bersifat relatif (nisbi), positif, dan terbatas. Hal ini disebabkan karena ilmu pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam kecuali indera dan kecerdasan (otak)- termasuk di sini peralatan yang diproduksi oleh otak manusia.
Hasil penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan lama, akan disisihkan oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru, yang dilakukan dengan metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna. Teori Enstein yang didasarkan atas studi percobaan-percobaan Michelsou dan Morley, misalnya, menyisihkan ketentuan fisik Newton. teori Relativitas Enstein inipun bukanlah kebenaran mutlak, ia tetap terbuka terhadap kritik.
Kebenaran-kebenaran ilmiah selalu terbuka bagi peninjauan kembali berdasarkan fakta dan data baru yang sebelumnya tidak diketahui. Kebenaran ilmiah tidak bergantung kepada siapa yang menyampaikan ilmu tersebut. Akan tetapi, ilmu itu sendiri yang akan mengoreksi. Matematika sering diistilahkan dengan ilmu pasti. Namun demikian, ia tidak selalu membahas yang pasti. Sebagai misal, teori probabilitas merupakan teori kemungkinan. Demikian pula dengan perhitungan yang dipergunakan matematika dalam kebanyakan pratiknya merupakan “approximations”.
Dalam pandangan sebagian ilmuwan, alam yang diketahui manusia merupakan alam ciptaannya sendiri, bukan alam ciptaan Allah. Alam yang diselidiki ilmu pengetahuan ibaratnya sebuah “gunung es”. Pengetahuan manusia terbatas pada bagian yang muncul ke permukaan samudera, selebihnya merupaan misteri.
Ø  Filsafat
Tujuan filsafat adalah memberikan Weltanschauung (filsafat hidup). Weltanschaungg mengajari manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang mengikuti ebenaran, mempunyai ketenangan pikiran, kepuasan, kemantapan hati, kesadaran akan arti dan tujuan hidup, gairah rohani dan keinsafan; setelah itu mengaplikasikannya dalam bentuk topangan atas dunia baru, menuntun kepadanya, mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan, berjiwa dan bersemangat universal, dan sebagainya.
Apakah semua tujuan filsafat akan tercapai? Satu-satunya alat yang dipergunakan filsafat adalah akal. Akal merupakan satu bagian rohani manusia. Keseluruhan rohani-perasaan, akal, intuisi, pikiran, dan naluri atau seluruh kedirian manusia-tentunya lebih ampuh dan manjur daripada sebagian daripadanya. Sedangkan keseluruhan rohani itu sendiri, merupakan bagian dari manusia. Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna. Sebuah institusi yang tidak sempurna tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna, kecuali apabila mendapat uluran tangan dari Yang Maha Sempurna.
Keterangan di atas memberikan pemahaman, bahwa seperti kebenaran ilmu pengetahuan yang bersifat positif dan relatif karena bersandar kepada kemampuan manusia semata, kebenaran filsafat juga bersifat relatif, subyektif, alternatif, dan spekulatif, karena ia bersandar pada kemampuan akal juga.
Ø  Agama
Sesuatu yang berkaitan dengan agama menjadi persoalan yang sarat emosi, subyektivitas, kecendrungan, dan adang sifat tidak mengenal tawar-menawar. realitas ini dikarenakan konsepsi tentang agama menyangkut kepentingan agama tersebut, keyakinan dan perasaan. Contohnya, definisi agama sangat dipengaruhi oleh tujuan dalam memberikan definisi tersebut. Hampir setiap orang involved (terlibat) dengan agama yang dianutnya dan dipengaruhi oleh pengalaman keagamaan yang diketahuinya. Karena itulah, tidak ada definisi agama yang dapat diterima secara umum.
Meskipun agama memiliki definisi beraneka ragam, terdapat ciri-ciri tertentu yang dimiliki oleh semua agama. Ciri-ciri tersebut merupakan titik-titik persamaan agama-agama. Titik-titik persamaan itu adalah kebaktian, pemisahan antara yang sakral dengan profan, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan kepada Tuhan, penerimaan hal supranatural dan keselamatan. Dari titik-titik persamaan itu dapat diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan agama adalah sesuatu yang berasal dari Tuhan, berupa ajaran tentang ketentuan, kepercayaan, kepasrahan, dan pengamalan, yang diberikan kepada makhluk yang berakal, demi keselamatan dan kesejahteraannya di dunia dan di akhirat.
c) Agama Sebagai Kebenaran Mutlak
1.  Keterbatasan Akal
Akal adalah salah satu potensi manusia yang berkesanggupan untuk mengerti dan memahami sedikit tentang realitas kosmis kemudian mengolah dan merubah sebatas kemampuan serta, menjelajahi dunia rohaniah. Pemahaman dan penyelidikan akal terbatas pada dunia yang tampak dan hasilnya tidak sanggup memberian kepastian. Karena itu, manusia harus berhenti dari ativitas akalnya ketika akal telah sampai pada kulminasinya dan berpindah kepada keimanan ketika berbicara tentang Tuhan, akhirat dan sesuatu yang berada di luar kemampuan akal. Akal memberi kebebasan kepada manusia untuk percaya dan tidak percaya tentang wujud Tuhan, tapi agama dan perasaan mewajibkan manusia untuk percaya bahwa Tuhan itu ada.
Penggunaan akal tanpa diiringi dengan keimanan pada agama dan kepercayaan pada keterbatasan akal akan membuat manusia mempertuhankan akal dan terjerumus dalam jurang kesalahan. Akal dapat berargumentasi tentang ada dan tiadanya tuhan. Rasio dapat menggambarkan Tuhan dalam berbagai corak, seperti pantheisme, politheisme, monotheisme, dua-theisme, tri-theisme dan lain-lain. padahal, Tuhan bukanlah obyek pengenalan seperti benda-benda lain. satu-satunya yang dapat mengerti Tuhan adalah Tuhan sendiri, manusia dapat mengenal Tuhan hanya melalui penjelasan Tuhan saja. Itulah satu-satunya sumber pengetahuan tentang Tuhan. Penjelasan Tuhan mengenai dirinya bukanlah wilayah rasio manusia. Manusia meskipun berfikir tentang Tuhan dengan filsafat, pada akhirnya harus meyakini adanya Allah melalui firmannya. Masalah ini tidak cukup dengan ilmu, akal, dan bukti, tapi harus dengan kepercayaan.
2. Kebenaran Agama
Kita telah mengetahui bahwa ilmu pengetahuan itu terbatas; terbatas subyeknya (penelitinya), obyeknya, dan metodologinya. Hasil penelitian Ilmu Pengetahuan pun kebenarannya bersifat nisbi (relatif) dan positif (berlaku sampai dengan saat ini).
Meskipun ilmu pengetahuan hanya menyelesaikan masalah yang terbatas, tetapi tidak semua masalah yang tidak terjawab atau belum terjawab olehnya lantas dapat diselesaikan oleh filsafat, dan tidak lantas kebenaran positif hasil kebenaran ilmu pengetahuan disempurnakan oleh filsafat. kebenaran filsafat adalah spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset, eksperimen), subyektif, dan nisbi (relatif). Tentang suatu masalah yang sama para filosof berbeda pandangannya, sesuai dengan jalan pemikiran dan titik tolak mereka.
Dengan keterbatasan akal manusia itu tidak berarti Tuhan dalam menciptakan manusia itu bertujuan untuk kecelakaan, kebingungan, dan kesengsaraan umat manusia. Keterbatasan itu menunjukkan adanya Yang Maha Sempurna. Terhadap kebingungan manusia dan problematika mereka yang tak terselesaikan, Tuhan memberikan jalan pembebasan. Dengan sifat Rahman dan RahimNya (kasih dan sayang-Nya), Allah berkenan menurunkan wahyuNya kepada manusia sebagai petunjuk, cahaya, dan rahmat agar mereka menemukan kebenaran hakiki dan asasi yang tidak dapat dicapai sekedar dengan akalnya, juga agar manusia mendapat jawaban yang pasti atas persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan dan filsafat.
Berulangkali Allah berfirman bahwa Dia-lah Yang Maha Benar dan sumber segala kebenaran. Al-Qur’an yang merupakan firmanNya adalah kitab kebenaran diturunkan sebagai petunjuk, rahmat, dan cahaya bagi semesta alam. Di samping itu Allah juga menegaskan, bahwa Islam adalah agama yang benar. Dengan ajaran Islam yang tertuang dalam Al-Qur’an, Allah memutuskan berbagai problematika asasi yang tidak dapat dipecahkan dengan akal manusia. Di antara firman Allah mengenai hal-hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
d.  Hubungan Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
Allah SWT. berfirman:
Artinya: “Berikanlah kabar gembira hamba-hambaku yang mau mendengarkan al-Qaula (ide, pendapat), kemudian mengikuti yang paling baik”. (Qs. Al-Zumar/39: 17-18)
Rasulullah pernah bersabda:
“Hikmah itu adalah barang hak milik orang yang beriman; dimanapun mereka temukan hikmah itu, mereka paling berhak untuk memilikinya”.
Dari ayat dan hadis di atas, dapat ditimba pemahaman bahwa di samping ada kebenaran mutlak yang terdapat pada agama dan terejawantahkan dalam wujud al-Qur’an, juga diakui adanya kebenaran yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Kebenaran tersebut merupakan hasil usaha manusia dengan akalnya. Akal adalah pemberian Allah Yang Maha Benar, dan Allah menciptakannya tidaklah dengan kesia-siaan. Karena itu, akal bukanlah untuk disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan. Meski kebenarannya relatif, bukan berarti produk akal lantas ditinggalkan. Kebenaran relatif harus dimanfaatkan dengan senantiasa mengingat sifat kerelatifannya. Artinya, dalam berpegang kepada kebenaran relatif, seseorang harus siap untuk meninggalkannya manakala diketemukan hasil yang lebih benar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan. Manakala kebenaran ralatif bertentangan dengan kebenaran mutlak, ia harus segera berpindah kepada kebenaran mutlak tersebut.
Dengan keterangan di atas jelaslah, bahwa di samping ada kebenaran mutlak yang langsung datang dari Allah SWT., diakui pula eksistensi kebenaran relatif sebagai hasil budaya manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif (filsafat) dan kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran sehari-hari (pengetahuan biasa).
C. ANALISIS
Dalam mempelajari Filsafat Hukum Islam, ilmu lain juga berperan penting untuk terwujudnya tujuan dari Filsafat Hukum Islam itu sendiri. Karena menurut saya dengan mempelajari filsafat hukum Islam, kita akan mengetahui dengan jelas mengenai hukum Islam itu sendiri. Sehingga umat manusia, khususnya umat Islam akan lebih baik menjalankan kehidupan yang sesuai dengan syari’at Islam. Dan ilmu lain yang berperan penting dan saling berhubungan dengan filsafat hukum Islam antara lain, ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Karena filsafat hukum Islam adalah gabungan antara filsafat dan hukum Islam. Sebagaimana yang dimaksud dengan hukum Islam adalah “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam”.
Kemudian Sebagaimana yang dimaksud dengan filsafat, saya setuju dengan pendapat yang dikemukakan oleh Aristoteles dalam buku susunan Prof. Dr. Juhaya D. Praja yang berjudul “ Aliran-aliran Filsafat dan Etika”, bahwa Filsafat adalah ilmu ( pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan saya juga setuju dengan pendapat yang dikemukan oleh Immanuel Kant dalam buku susunan yang sama, bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan, yaitu:
1. Apakah yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3. Sampai dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4. Apakah yang manusia itu ? (jawabannya Antropologi )
Sehingga menurut saya ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat sangatlah erat kaitannya dengan filsafat hukum Islam karena dengan bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat maka tujuan dari agama tersebut dapat tercapai. Namun untuk lebih jelasnya dalam memahami hubungan tersebut, maka yang perlu diketahui dahulu yaitu mengenai apa yang dimaksud dengan kebenaran. Karena dalam filsafat kajian tentang standar kebenaran sangat penting, dan karena salah satu definisi filsafat adalah cinta kepada kebenaran. Dan dengan kebenaran kita akan mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti.
Wilayah agama, wilayah ilmu pengetahuan, dan wilayah filsafat memang berbeda. Agama mengenai soal kepercayaan dan ilmu mengenai soal pengetahuan. Pelita agama ada di hati dan pelita ilmu ada di otak. Meski areanya berbeda, sebagaimana dijelaskan di atas, ketiganya saling berkait dan berhubungan timbal balik. Agama menetapkan tujuan, tetapi ia tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu dan filsafat. ilmu yang kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama senantiasa memotivasi pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan membahayakan umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat diambil konklusi, bahwa ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu lumpuh.
D. PENUTUP
Berdasarkan pembahasan review tersebut, maka saya berkesimpulan bahwa Filsafat Hukum Islam erat kaitannya dengan ilmu lainnya. Karena tiap ilmu pasti membutuhkan ilmu lainnya untuk dapat mencapai tujuannya. Sehingga ilmu pengetahuan, filsafat, dan agamapun mempunyai peranan yang sangat penting dalam ehidupan manusia. ketiganya mempunyai hubungan yang erat dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam blantika pemikiran manusia.
Dan masing-masing ilmu tersebut mempunyai porsinya masing-masing untuk menjawab pertanyaan tersebut. Sebagaimana ilmu pengetahuan yang secara rasional sesuai dengan data empiris berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia sesuai dengan pengamatan inderawi. Dan selanjutnya mengenai hal-hal yang metafisik akan dijawab oleh filsafat sebagai ilmu yang membahas lebih luas mengenai hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia.
Dan selanjutnya untuk jawaban yang dengan kebenaran mutlak, yaitu datang dari Allah. Yaitu dengan agamalah maka jawaban yang kebenarannya mutlak tanpa spekulasi yang merupakan sesuatun yang tidak dapat dicapai oleh ilmu lainnya. Namun demikian tujuan agama tidak dapat tercapai tanpa bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat. karena dengan ilmu pengetahuan dan filsafatlah, kebenaran mutlak itu akan didapatkan yang sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Demikianlah review yang saya susun, semoga dapat bermanfaat dan mungkin masih banyak kekurangan dalam penyusunan review ini. Sehingga lebih dan kurangnya saya mohon maaf. Karena kesempurnaan tak lain hanyalah milik Allah SWT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar