Nama
: AMALIYANAH Jur/smt : Muamalah-2/ 7
NIM : 14122210929 Mata Kuliah : Filsafat Hukum Islam
“ TUGAS BOOK REVIEW FILSAFAT HUKUM
ISLAM “
a.
Ketentuan umum
Judul
buku :
Filsafat Hukum Islam
Pengarang/penulis : Dr. H. Fathurrahman Djamil, MA
Penerbit : Logos Wacana
Ilmu
Kota
penerbitan : Jakarta
Tahun
terbit : 1997
Jumlah
halaman : 190
Indeks :
Ada
Daftar
pustaka :
Ada
Transliterasi
Arab-Indo : -
Biodata
penulis : Ada
Kata
pengantar : Ada
ISBN : Ada
A. PENDAHULUAN
Filsafat
Hukum Islam berupaya mengkaji hukum Islam dengan pendekatan filsafat untuk
memancarkan, menguatkan, dan memelihara hukum Islam, sehingga sesuai dengan
maksud dan tujuan Allah menetapkannya di muka bumi untuk kesejahteraan seluruh
umat manusia. sehingga saya menyusun review ini dalam rangka memenuhi tugas
mata kuliah Filsafat Hukum Islam. Dalam review ini akan dijelaskan hal-hal yang
berhubungan dengan Filsafat Hukum Islam.
Review ini
diangkat dan disusun berdasarkan buku Filsafat Hukum Islam bagian pertama oleh
Dr. H. Fathurrahman Djamil, M. A., dan dalam buku ini penulis menyajikan
tentang Filsafat Hukum Islam secara padat, luas, dan mendalam melalui
pendekatan komperhensif dan komparatif dengan mengetengahkan pandangan para
filosof, ahli filsafat, dan pakar hukum Islam terkemuka dari berbagai mazhab
dan aliran.
Didalam
bukunya Dr. H. Faturrahman Djamil, MA. Yang merupakan bahan dasar susunan
review ini, penulis membahas lebih luas mengenai filsafat Hukum Islam, yaitu:
Terdiri dari III Bab. Bab I membahas mengenai Seputar Filsafat Hukum Islam, Bab
II membahas Hukum Islam: Antara Wahyu Tuhan dan Pemikiran Manusia dan Bab III
membahas Tujuan Hukum dalam Islam. Diantara semua pokok bahasan tersebut, saya
akan mengangkat satu pembahasan untuk dijelaskan lebih rinci, yaitu pada Bab I
sub bab bagian D yang berisi tentang Hubungan Antara Filsafat Hukum Islam
Dengan Ilmu Lain. Yang akan menjadi judul review saya guna memenuhi tugas
Filsafat Hukum Islam. Sehingga dari review ini kita dapat mengetahui ilmu apa
saja yang berhubungan dengan Filsafat Hukum Islam, dan bagaimana hubungan
ilmu-ilmu tersebut?
B. ISI BUKU
1. Filsafat Hukum Islam
Filsafat hukum islam
ialah filsafat yang diterapkan pada
hukum islam dan merupakan filsafat khusus dan obyeknya tertentu, yaitu hukum
islam menganalisis hukum islam secara metodis dan sistematis sehingga
mendapatkan keterangan yang mendasar, atau menganalisis hukum islam secara
ilamiah dengan filsafat sebagai alatnya.
Filsafat hukum islam adalah kajian
filosofis tentang hakikat hukum islam, sumber asal muasal hukum islam dan
prinsip penerapannya serta fungsi dan manfaat hukum islam bagi kehidupan
masyarakat yang melaksanakannya.
2.
Obyek Filsafat Hukum Islam
Obyek filsafat hukum
islam meliputi obyek
teoritis dan obyek
praktis. Obyek teoritis FHI adalah obyek kajian yang merupakan
teori-teori hukum islam yang meliputi :
1) Prinsip-prinsip
hukum islam
2) Dasar-dasar
dan sumber-sumber hukum islam
3) Tujuan
hukum islam
4) Asas-asas
hukum islam, dan
5) Kaidah-kaidah
hukum islam
Para ahli ushul fiqh,
sebagaimana ahli filsafat hukum islam membagi filsafat hukum islam kepada dua
rumusan, yaitu filsafat tasyri’ dan filsafat syari’ah.
1. falsafah
tasyri’ : filsafat yang memancarkan hukum islam atau menguatkannya dan
memeliharanya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat atau tujuan penetapan
hukum islam. Filsafat tasri/ terbagi kepada :
a. Da’aim al-ahkam (dasar-dasar hukum islam)
b. Mabadi’ al-ahkam (prinsip-prinsip hukum
islam)
c. Ushul al-ahkam (pokok-pokok hukum islam)
atau mashadir al-ahkam (tujuan-tujuan hukum islam)
d. maqashid al-ahkam (tujuan-tujuan hukum
islam)
e. Qawaid al-ahkam (kaidah-kaidah hukum
islam)
2. Falsafat syari’ah : falsafat yang
diungkapkan darinnateri-materi hukum islam, seperti ibadah, mu’amalah, jinayah,
‘uqubah, dan sebagainya. Filsafat ini bertugas membicarakan hakikat dan rahasia
hukum islam. Termasuk dalam pembagian falsafat syari’ah adalah :
a.
Asrar
al-ahkam (rahasia-rahasia hukum islam)
b.
Khasa’is
al-ahkam (ciri-ciri khas hukum islam)
c.
Mahasin
al-ahkam atau Mazaya al-ahkam (keutamaan-keutamaan hukum islam)
d.
Thawabi’
al-ahkam (karakteristik hukum islam)
3.
Pertumbuhan dan Perkembangan Filsafat Hukum Islam
Pada pertumbuhan filsafat
hukum islam ini berawal dari sumber hukum islam adalah al-Qur’an dan al-Sunnah
terhadap segala permasalahannya yang tidak diterangkan dalam kedua sumber
tersebut, kaum muslimin diperbolehkan berijtihad dengan mempergunakan akalnya
guna untuk menemukan ketentuan hukum. lalu muncul adanya permasalahan yang
timbul pada zaman Rasulullah dan setelah Rasulullah wafat, pemikiran mengenai
falsafi terhadap hukum islam yang ada nashnya bermula pada masa
khulafaurrasyidin, terutama umar bin khattab. Hukum diciptakan untuk memelihara
ketertiban dan kesejahteraan masyarakat, senantiasa mengalami perubahan, untuk
itu pengertian dan pelaksanaan hukum harus sesuai dengan keadaan yang ada.
Artinya asas dan prinsip hukum tidakklah berubah, tetapi cara penerapannya
harus disesuaikan dengan perkembangan masyarakat, jadi penerapan hukum harus
dapat menegakkan kemaslahatan dan keadilan yang menjadi tujuan dari hukum
islam.
3. Hubungan filsafat Hukum Islam dengan Ilmu
Lain.
Dalam hal ini, keduanya
sangat berkaitan sangat erat satu sama lain dalam ilmu pengetahuan, filsafat
dan agama, bahwa manusia tidak bisa hidup dengan hanya berpegang kepada
kebenaran ilmu pengetahuan dan filsafat. tanpa adanya kebenaran agama. Krena
agama menetapkan tujuan, tetapi ia tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu
pengaetahuan dan filsafat. ilmu yang kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan.
Agama senantiasa memotivasi pengembangan ilmu pengetahuan. ilmu pengetahuan
akan membahayakan umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sisi sini
dapat diambil konklusi bahwa ilmu tanpa agama buta dan agama tanpa ilmu lumpuh.
a) Teori kebenaran
Manusia
merupakan makhluk yang diberikan akal untuk berpikir, Berpikir adalah bukti
keberadaan manusia. Dengan berpikir manusia membedakan dirinya dari makhluk
lain. ketika manusia berpikir, dalam dirinya timbul pertanyaan. Apabila
seseorang bertanya tentang sesuatu, berarti ia memikirkan sesuatu tersebut.
Bertanya merupakan refleksi pemikiran untuk mencari jawaban. Jawaban yang
diharapkan adalah suatu kebenaran,. Dengan bertanya berarti seseorang mencari
kebenaran. Konklusinya “manusia adalah makhluk pencari kebenaran”.
Apakah kebenaran itu? Tiga teori terbit dalam blantika pemikiran manusia untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Ketiga teori itu adalah: teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis.
Apakah kebenaran itu? Tiga teori terbit dalam blantika pemikiran manusia untuk memberikan jawaban atas pertanyaan ini. Ketiga teori itu adalah: teori korespondensi, teori koherensi, teori pragmatis.
-
Teori
Korespondensi
Menurut
teori ini, kebenaran merupakan kesesuaian antara data atau statemen dengan
fakta atau realita. Sebagai ilustrasi, pernyataan bahwa Muhammad adalah putra
Abdullah dinyatakan benar apabila Abdullah benar-benar punya anak yang bernama
Muhammad.
-
Teori
Koherensi
Teori
koherensi menyatakan bahwa kebenaran ditegakkan atas hubungan keputusan baru
dengan keputusan-keputusan yang telah diketahui dan diakui kebenarannya
terlebih dahulu. Suatu proposisi dinyatakan benar apabila ia berhubungan dengan
kebenaran yang telah ada dalam pengalaman kita. Dengan demikian, teori ini
merupakan teori hubungan semantik, teori kecocokan, atau teori konsistensi.
-
Teori
Pragmatis
Dalam teori
ini, sebuah proposisi dinyataan sebagai suatu kebenaran apabila ia berlaku,
berfaedah dan memuaskan. Kebenaran dibuktikan dengan kegunaannnya, hasilnya dan
akibat-akibatnya. Sebagai misal, agama itu benar buan disebabkan karena Tuhan
itu ada dan disembah oleh penganut agama, tetapi agama itu benar karena ia
mempunyai dampak positif bagi masyarakat.
b) Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
Ø
Ilmu
Pengetahun
Dalam
Ensiklopedia Indonesia dinyatakan bahwa secara epistimologi setiap pengetahuan
manusia merupakan kontak dari dua hal, yaitu: obyek dan manusia sebagai subyek.
Dengan demikian secara sederhana, pengetahuan merupakan kontak antara manusia
sebagai subyek dengan obyek yang berupa berbagai permasalahan yang merasuk
dalam pikiran manusia.
Sedangkan kata ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemerikasaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi).
Sedangkan kata ilmu pengetahuan menurut Ensiklopedia Indonesia adalah suatu sistem dari berbagai pengetahuan mengenai suatu lapangan pengalaman tertentu yang disusun sedemikian rupa, menurut asas-asas tertentu, sehingga menjadi kesatuan; suatu sistem dari berbagai pengetahuan didapatkan sebagai hasil pemerikasaan yang dilakukan secara teliti dengan memakai metode tertentu (induksi, deduksi).
Sikap ilmiah
adalah sikap yang seharusnya dimiliki oleh seorang ilmuwan dalam mempelajari.
Meneruskan, menerima, atau menolak, dan mengubah atau menambah suatu ilmu.
Sikap ilmiah tersebut pada intinya adalah:
a. Skeptis, sikap
skeptis senantiasa menyangsikan dan meragukan setiap ilmu pengetahuan. Sikap
ini dilanjutkan dengan hasrat, minat, dan semangat yang menyala untuk mencari
jawaban yang memuaskan dari berbagai persoalan.
b. Obyektif.
Menghindari subyetivitas, emosi, prasangka, dan pemihakan.
c. Berani
dan intelek. Berani menyatakan kebenaran dan tidak mundur oleh tekanan; tidak
menyerah dan putus asa dalam mencari kebenaran.
d. Terbuka.
Kesediaan untuk menyatakan “saya keliru” apabila terbukti adanya kesalahan.
Sikap ini berlandaskan pada sifat ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu relatif.
e.
Sederhana. Rendah hati dan toleran terhadap sesuatu yang telah diketahui dan
tidak diketahui.
-
Relativitas Ilmu
Pengetahuan
Ilmu
pengetahuan bukanlah sesuatu yang sudah selesai dipikirkan. Ia merupakan suatu
hal yang tidak mutlak. Kebenaran yang dihasilkan ilmu pengetahuan bersifat
relatif (nisbi), positif, dan terbatas. Hal ini disebabkan karena ilmu
pengetahuan tidak mempunyai alat lain dalam menguak rahasia alam kecuali indera
dan kecerdasan (otak)- termasuk di sini peralatan yang diproduksi oleh otak
manusia.
Hasil
penelitian, penyelidikan dan percobaan ilmu pengetahuan lama, akan disisihkan
oleh penelitian, penyelidikan dan percobaan baru, yang dilakukan dengan
metode-metode baru dan dengan perlengkapan-perlengkapan yang lebih sempurna.
Teori Enstein yang didasarkan atas studi percobaan-percobaan Michelsou dan
Morley, misalnya, menyisihkan ketentuan fisik Newton. teori Relativitas Enstein
inipun bukanlah kebenaran mutlak, ia tetap terbuka terhadap kritik.
Kebenaran-kebenaran
ilmiah selalu terbuka bagi peninjauan kembali berdasarkan fakta dan data baru
yang sebelumnya tidak diketahui. Kebenaran ilmiah tidak bergantung kepada siapa
yang menyampaikan ilmu tersebut. Akan tetapi, ilmu itu sendiri yang akan
mengoreksi. Matematika sering diistilahkan dengan ilmu pasti. Namun demikian,
ia tidak selalu membahas yang pasti. Sebagai misal, teori probabilitas
merupakan teori kemungkinan. Demikian pula dengan perhitungan yang dipergunakan
matematika dalam kebanyakan pratiknya merupakan “approximations”.
Dalam pandangan sebagian ilmuwan, alam yang diketahui manusia merupakan alam ciptaannya sendiri, bukan alam ciptaan Allah. Alam yang diselidiki ilmu pengetahuan ibaratnya sebuah “gunung es”. Pengetahuan manusia terbatas pada bagian yang muncul ke permukaan samudera, selebihnya merupaan misteri.
Dalam pandangan sebagian ilmuwan, alam yang diketahui manusia merupakan alam ciptaannya sendiri, bukan alam ciptaan Allah. Alam yang diselidiki ilmu pengetahuan ibaratnya sebuah “gunung es”. Pengetahuan manusia terbatas pada bagian yang muncul ke permukaan samudera, selebihnya merupaan misteri.
Ø Filsafat
Tujuan
filsafat adalah memberikan Weltanschauung (filsafat hidup). Weltanschaungg
mengajari manusia untuk menjadi manusia yang sebenarnya, yaitu manusia yang
mengikuti ebenaran, mempunyai ketenangan pikiran, kepuasan, kemantapan hati,
kesadaran akan arti dan tujuan hidup, gairah rohani dan keinsafan; setelah itu
mengaplikasikannya dalam bentuk topangan atas dunia baru, menuntun kepadanya,
mengabdi kepada cita mulia kemanusiaan, berjiwa dan bersemangat universal, dan
sebagainya.
Apakah semua
tujuan filsafat akan tercapai? Satu-satunya alat yang dipergunakan filsafat
adalah akal. Akal merupakan satu bagian rohani manusia. Keseluruhan
rohani-perasaan, akal, intuisi, pikiran, dan naluri atau seluruh kedirian
manusia-tentunya lebih ampuh dan manjur daripada sebagian daripadanya.
Sedangkan keseluruhan rohani itu sendiri, merupakan bagian dari manusia.
Manusia merupakan makhluk yang tidak sempurna. Sebuah institusi yang tidak
sempurna tidak dapat mencapai kebenaran yang sempurna, kecuali apabila mendapat
uluran tangan dari Yang Maha Sempurna.
Keterangan
di atas memberikan pemahaman, bahwa seperti kebenaran ilmu pengetahuan yang
bersifat positif dan relatif karena bersandar kepada kemampuan manusia semata,
kebenaran filsafat juga bersifat relatif, subyektif, alternatif, dan
spekulatif, karena ia bersandar pada kemampuan akal juga.
Ø Agama
Sesuatu yang
berkaitan dengan agama menjadi persoalan yang sarat emosi, subyektivitas,
kecendrungan, dan adang sifat tidak mengenal tawar-menawar. realitas ini
dikarenakan konsepsi tentang agama menyangkut kepentingan agama tersebut,
keyakinan dan perasaan. Contohnya, definisi agama sangat dipengaruhi oleh
tujuan dalam memberikan definisi tersebut. Hampir setiap orang involved
(terlibat) dengan agama yang dianutnya dan dipengaruhi oleh pengalaman
keagamaan yang diketahuinya. Karena itulah, tidak ada definisi agama yang dapat
diterima secara umum.
Meskipun
agama memiliki definisi beraneka ragam, terdapat ciri-ciri tertentu yang
dimiliki oleh semua agama. Ciri-ciri tersebut merupakan titik-titik persamaan
agama-agama. Titik-titik persamaan itu adalah kebaktian, pemisahan antara yang
sakral dengan profan, kepercayaan terhadap jiwa, kepercayaan kepada Tuhan,
penerimaan hal supranatural dan keselamatan. Dari titik-titik persamaan itu
dapat diambil pemahaman bahwa yang dimaksud dengan agama adalah sesuatu yang
berasal dari Tuhan, berupa ajaran tentang ketentuan, kepercayaan, kepasrahan, dan
pengamalan, yang diberikan kepada makhluk yang berakal, demi keselamatan dan
kesejahteraannya di dunia dan di akhirat.
c) Agama Sebagai Kebenaran Mutlak
1. Keterbatasan Akal
Akal adalah
salah satu potensi manusia yang berkesanggupan untuk mengerti dan memahami
sedikit tentang realitas kosmis kemudian mengolah dan merubah sebatas kemampuan
serta, menjelajahi dunia rohaniah. Pemahaman dan penyelidikan akal terbatas
pada dunia yang tampak dan hasilnya tidak sanggup memberian kepastian. Karena
itu, manusia harus berhenti dari ativitas akalnya ketika akal telah sampai pada
kulminasinya dan berpindah kepada keimanan ketika berbicara tentang Tuhan,
akhirat dan sesuatu yang berada di luar kemampuan akal. Akal memberi kebebasan
kepada manusia untuk percaya dan tidak percaya tentang wujud Tuhan, tapi agama
dan perasaan mewajibkan manusia untuk percaya bahwa Tuhan itu ada.
Penggunaan akal tanpa diiringi dengan keimanan pada agama dan kepercayaan pada keterbatasan akal akan membuat manusia mempertuhankan akal dan terjerumus dalam jurang kesalahan. Akal dapat berargumentasi tentang ada dan tiadanya tuhan. Rasio dapat menggambarkan Tuhan dalam berbagai corak, seperti pantheisme, politheisme, monotheisme, dua-theisme, tri-theisme dan lain-lain. padahal, Tuhan bukanlah obyek pengenalan seperti benda-benda lain. satu-satunya yang dapat mengerti Tuhan adalah Tuhan sendiri, manusia dapat mengenal Tuhan hanya melalui penjelasan Tuhan saja. Itulah satu-satunya sumber pengetahuan tentang Tuhan. Penjelasan Tuhan mengenai dirinya bukanlah wilayah rasio manusia. Manusia meskipun berfikir tentang Tuhan dengan filsafat, pada akhirnya harus meyakini adanya Allah melalui firmannya. Masalah ini tidak cukup dengan ilmu, akal, dan bukti, tapi harus dengan kepercayaan.
Penggunaan akal tanpa diiringi dengan keimanan pada agama dan kepercayaan pada keterbatasan akal akan membuat manusia mempertuhankan akal dan terjerumus dalam jurang kesalahan. Akal dapat berargumentasi tentang ada dan tiadanya tuhan. Rasio dapat menggambarkan Tuhan dalam berbagai corak, seperti pantheisme, politheisme, monotheisme, dua-theisme, tri-theisme dan lain-lain. padahal, Tuhan bukanlah obyek pengenalan seperti benda-benda lain. satu-satunya yang dapat mengerti Tuhan adalah Tuhan sendiri, manusia dapat mengenal Tuhan hanya melalui penjelasan Tuhan saja. Itulah satu-satunya sumber pengetahuan tentang Tuhan. Penjelasan Tuhan mengenai dirinya bukanlah wilayah rasio manusia. Manusia meskipun berfikir tentang Tuhan dengan filsafat, pada akhirnya harus meyakini adanya Allah melalui firmannya. Masalah ini tidak cukup dengan ilmu, akal, dan bukti, tapi harus dengan kepercayaan.
2. Kebenaran Agama
Kita telah
mengetahui bahwa ilmu pengetahuan itu terbatas; terbatas subyeknya
(penelitinya), obyeknya, dan metodologinya. Hasil penelitian Ilmu Pengetahuan
pun kebenarannya bersifat nisbi (relatif) dan positif (berlaku sampai dengan
saat ini).
Meskipun
ilmu pengetahuan hanya menyelesaikan masalah yang terbatas, tetapi tidak semua
masalah yang tidak terjawab atau belum terjawab olehnya lantas dapat
diselesaikan oleh filsafat, dan tidak lantas kebenaran positif hasil kebenaran
ilmu pengetahuan disempurnakan oleh filsafat. kebenaran filsafat adalah
spekulatif (dugaan yang tidak dapat dibuktikan secara empiris, riset,
eksperimen), subyektif, dan nisbi (relatif). Tentang suatu masalah yang sama
para filosof berbeda pandangannya, sesuai dengan jalan pemikiran dan titik
tolak mereka.
Dengan
keterbatasan akal manusia itu tidak berarti Tuhan dalam menciptakan manusia itu
bertujuan untuk kecelakaan, kebingungan, dan kesengsaraan umat manusia.
Keterbatasan itu menunjukkan adanya Yang Maha Sempurna. Terhadap kebingungan manusia
dan problematika mereka yang tak terselesaikan, Tuhan memberikan jalan
pembebasan. Dengan sifat Rahman dan RahimNya (kasih dan sayang-Nya), Allah
berkenan menurunkan wahyuNya kepada manusia sebagai petunjuk, cahaya, dan
rahmat agar mereka menemukan kebenaran hakiki dan asasi yang tidak dapat
dicapai sekedar dengan akalnya, juga agar manusia mendapat jawaban yang pasti
atas persoalan-persoalan yang tidak dapat dipecahkan oleh ilmu pengetahuan dan
filsafat.
Berulangkali
Allah berfirman bahwa Dia-lah Yang Maha Benar dan sumber segala kebenaran.
Al-Qur’an yang merupakan firmanNya adalah kitab kebenaran diturunkan sebagai
petunjuk, rahmat, dan cahaya bagi semesta alam. Di samping itu Allah juga
menegaskan, bahwa Islam adalah agama yang benar. Dengan ajaran Islam yang
tertuang dalam Al-Qur’an, Allah memutuskan berbagai problematika asasi yang
tidak dapat dipecahkan dengan akal manusia. Di antara firman Allah mengenai
hal-hal tersebut dapat dilihat dalam beberapa ayat dalam Al-Qur’an.
d. Hubungan
Ilmu Pengetahuan, Filsafat, dan Agama
Allah SWT. berfirman:
Artinya:
“Berikanlah kabar gembira hamba-hambaku yang mau mendengarkan al-Qaula (ide,
pendapat), kemudian mengikuti yang paling baik”. (Qs. Al-Zumar/39: 17-18)
Rasulullah pernah bersabda:
Rasulullah pernah bersabda:
“Hikmah itu
adalah barang hak milik orang yang beriman; dimanapun mereka temukan hikmah
itu, mereka paling berhak untuk memilikinya”.
Dari ayat
dan hadis di atas, dapat ditimba pemahaman bahwa di samping ada kebenaran
mutlak yang terdapat pada agama dan terejawantahkan dalam wujud al-Qur’an, juga
diakui adanya kebenaran yang sesuai dengan kebenaran mutlak, yaitu kebenaran
yang tidak bertentangan dengan al-Qur’an. Kebenaran tersebut merupakan hasil
usaha manusia dengan akalnya. Akal adalah pemberian Allah Yang Maha Benar, dan
Allah menciptakannya tidaklah dengan kesia-siaan. Karena itu, akal bukanlah
untuk disia-siakan, tapi harus dimanfaatkan. Meski kebenarannya relatif, bukan
berarti produk akal lantas ditinggalkan. Kebenaran relatif harus dimanfaatkan
dengan senantiasa mengingat sifat kerelatifannya. Artinya, dalam berpegang
kepada kebenaran relatif, seseorang harus siap untuk meninggalkannya manakala
diketemukan hasil yang lebih benar dan lebih dapat dipertanggungjawabkan.
Manakala kebenaran ralatif bertentangan dengan kebenaran mutlak, ia harus
segera berpindah kepada kebenaran mutlak tersebut.
Dengan
keterangan di atas jelaslah, bahwa di samping ada kebenaran mutlak yang
langsung datang dari Allah SWT., diakui pula eksistensi kebenaran relatif
sebagai hasil budaya manusia, baik kebenaran itu berupa kebenaran spekulatif
(filsafat) dan kebenaran positif (ilmu pengetahuan) maupun kebenaran
sehari-hari (pengetahuan biasa).
C. ANALISIS
Dalam
mempelajari Filsafat Hukum Islam, ilmu lain juga berperan penting untuk
terwujudnya tujuan dari Filsafat Hukum Islam itu sendiri. Karena menurut saya
dengan mempelajari filsafat hukum Islam, kita akan mengetahui dengan jelas
mengenai hukum Islam itu sendiri. Sehingga umat manusia, khususnya umat Islam
akan lebih baik menjalankan kehidupan yang sesuai dengan syari’at Islam. Dan
ilmu lain yang berperan penting dan saling berhubungan dengan filsafat hukum
Islam antara lain, ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama. Karena filsafat hukum
Islam adalah gabungan antara filsafat dan hukum Islam. Sebagaimana yang
dimaksud dengan hukum Islam adalah “seperangkat peraturan berdasarkan wahyu
Allah dan Sunnah Rasul tentang tingkah laku manusia mukallaf yang diakui dan diyakini
berlaku dan mengikat untuk semua umat yang beragama Islam”.
Kemudian
Sebagaimana yang dimaksud dengan filsafat, saya setuju dengan pendapat yang
dikemukakan oleh Aristoteles dalam buku susunan Prof. Dr. Juhaya D. Praja yang
berjudul “ Aliran-aliran Filsafat dan Etika”, bahwa Filsafat adalah ilmu (
pengetahuan ) yang meliputi kebenaran yang terkandung didalamnya ilmu-ilmu
metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan estetika. Dan saya
juga setuju dengan pendapat yang dikemukan oleh Immanuel Kant dalam buku
susunan yang sama, bahwa Filsafat adalah ilmu pengetahuan yang menjadi pokok
dan pangkal dari segala pengetahuan yang didalamnya tercakup empat persoalan,
yaitu:
1. Apakah
yang dapat kita kerjakan ?(jawabannya metafisika )
2. Apakah yang
seharusnya kita kerjakan (jawabannya Etika )
3. Sampai
dimanakah harapan kita ?(jawabannya Agama )
4. Apakah
yang manusia itu ? (jawabannya Antropologi )
Sehingga
menurut saya ilmu pengetahuan, agama, dan filsafat sangatlah erat kaitannya
dengan filsafat hukum Islam karena dengan bantuan ilmu pengetahuan dan filsafat
maka tujuan dari agama tersebut dapat tercapai. Namun untuk lebih jelasnya
dalam memahami hubungan tersebut, maka yang perlu diketahui dahulu yaitu
mengenai apa yang dimaksud dengan kebenaran. Karena dalam filsafat kajian
tentang standar kebenaran sangat penting, dan karena salah satu definisi
filsafat adalah cinta kepada kebenaran. Dan dengan kebenaran kita akan
mengetahui segala sesuatu itu dengan pasti.
Wilayah
agama, wilayah ilmu pengetahuan, dan wilayah filsafat memang berbeda. Agama
mengenai soal kepercayaan dan ilmu mengenai soal pengetahuan. Pelita agama ada
di hati dan pelita ilmu ada di otak. Meski areanya berbeda, sebagaimana
dijelaskan di atas, ketiganya saling berkait dan berhubungan timbal balik.
Agama menetapkan tujuan, tetapi ia tidak dapat mencapainya tanpa bantuan ilmu
dan filsafat. ilmu yang kuat dapat memperkuat keyakinan keagamaan. Agama
senantiasa memotivasi pengembangan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan akan
membahayakan umat manusia jika tidak dikekang dengan agama. Dari sini dapat
diambil konklusi, bahwa ilmu tanpa agama buta, dan agama tanpa ilmu lumpuh.
D. PENUTUP
Berdasarkan
pembahasan review tersebut, maka saya berkesimpulan bahwa Filsafat Hukum Islam
erat kaitannya dengan ilmu lainnya. Karena tiap ilmu pasti membutuhkan ilmu
lainnya untuk dapat mencapai tujuannya. Sehingga ilmu pengetahuan, filsafat,
dan agamapun mempunyai peranan yang sangat penting dalam ehidupan manusia.
ketiganya mempunyai hubungan yang erat dalam upaya menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang muncul dalam blantika pemikiran manusia.
Dan
masing-masing ilmu tersebut mempunyai porsinya masing-masing untuk menjawab
pertanyaan tersebut. Sebagaimana ilmu pengetahuan yang secara rasional sesuai
dengan data empiris berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan manusia sesuai
dengan pengamatan inderawi. Dan selanjutnya mengenai hal-hal yang metafisik
akan dijawab oleh filsafat sebagai ilmu yang membahas lebih luas mengenai
hal-hal yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia.
Dan
selanjutnya untuk jawaban yang dengan kebenaran mutlak, yaitu datang dari
Allah. Yaitu dengan agamalah maka jawaban yang kebenarannya mutlak tanpa
spekulasi yang merupakan sesuatun yang tidak dapat dicapai oleh ilmu lainnya.
Namun demikian tujuan agama tidak dapat tercapai tanpa bantuan ilmu pengetahuan
dan filsafat. karena dengan ilmu pengetahuan dan filsafatlah, kebenaran mutlak
itu akan didapatkan yang sesuai dengan ketentuan dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Demikianlah
review yang saya susun, semoga dapat bermanfaat dan mungkin masih banyak
kekurangan dalam penyusunan review ini. Sehingga lebih dan kurangnya saya mohon
maaf. Karena kesempurnaan tak lain hanyalah milik Allah SWT.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar